Duduk berlama-lama sambil memegang sebilah buku yang dengan isinya aku berharap di kemudian kelak akan mampu mencabik-cabik semangat para zionis yang telah berani menebar virus pengekangan hak kemanusiaan pada manusia di belahan bumi bertajuk gurun pasir itu. Kubuka pelan lembar demi lembar, kunikmati setiap bunyi gesekan kertas antar halaman. Pelan sekali, santai, karena Aku bukan orang yang suka dikejar target untuk membaca buku, bagiku buku ibarat seorang kekasih, yang aku akan rindu bila lama tak bercengkerama dengannya, dan aku pun akan merasa khawatir untuk berpisah dengan dirinya justru disaat kebahagiaanku membuncah saat bersamanya. Pacar. Begitulah singkat ku sebut tentang buku. Namun hari ini ada pengganggu yang membuatku sebal dan BeTe. Yang kelak ke-BeTe-an itulah yang dapat ku kenang sepanjang jalan perbaikan hidupku.
“Assalamu’alaikum… kayaknya rajin amat nih… baca buku ya…” sapa seorang berparas menawan, putih, bersih, dan terlihat meneduhkan namun tetap berkarakter kuat
“Wa’alaikum salam… gak juga kok mas, lagi ngisi waktu aja, dan kebetulan aku memang suka baca buku” sahutku
“oh gitu, eh tau gak, lusa ada agenda Leadership Camping lho….”
“acara apaan tuh mas, aku kok gak tau ya…” aku memang tak terlalu peduli dengan kondisi lingkungan di sekitarku, termasuk juga di kampus
“wah itu agenda seru tuh, nanti kalo kamu ikut kamu akan diajari dasar-dasar untuk jadi seorang pemimpin, tapi dikemas dengan cara yang berbeda. Biasanya yang ikut akan jadi orang-orang dahsyat. Uang pendaftarannya juga Cuma Rp 20.000 kok, murah kan!” paparnya sukaela padaku
“tapi aku males mas, mending aku baca buku aja, kan lebih bermanfaat untuk diriku, selain itu juga aku lagi gak punya uang mas, maaf ya…” jawabku sejujurnya
***
Cinta adalah suatu anugrah yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Jiwa seorang manusia tak akan pernah kekeringan cinta selagi ia senantiasa bercumbu dengan Sang pemilik cinta. Bagaimana mungkin seseorang akan mendapat bau anyir padahal setiap hari ia bergelut dengan penjual minyak kesturi perlambang surga. Akan tetapi sebagaimana besarnya kebermanfaatan yang ditimbulkan oleh cinta, ia pun memiliki syarat yang harus dipenuhi agar setiap manusia mampu merengkuh kenikmatan cinta. Kesadaran. Seorang manusia harus menyadari alasan yang membuatnya mencintai orang-orang disekeilingnya. Karena hanya ketika mencintai dengan sadarlah seorang manusia mampu mengungkap tabir, bahwa ternyata Allah meletakkan sumber energi kehidupan, tidak saja pada moment spesial ketika beribadah dan berdo’a kepada-Nya, tapi Allah juga menyebar energi itu pada orang-orang yang kita cintai.
Masih dapat tergambar jelas betapa peta-peta masa laluku memiliki banyak warna. Busuknya kuning mengitari kehidupan siang hari yang kugunakan untuk berjudi. Merahnya darah layaknya beberapa mawar yang mekar milik orang-orang yang pernah ku pukul dengan kuatnya genggaman tanganku. Sejingga lembayung di langit sore hari, begitulah kiasan masa muda yang telah banyak ku sia-siakan untuk sekedar nongkrong-nongkrong dengan teman sambil berbicara tak tentu arah dan manfaat. Hitamnya malam senantiasa menjadi saksi betapa sering kupegang tangan, pundak dan pinggul banyak ‘bunga-bunga’ ranum yang sangat kunikmati kala itu.
Kegemaranku membaca memberikan manfaat baik pada masalalu maupun hari ini. Ia memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan ‘kelamnya’ kehidupanku pada masa lalu dan cerahnya masa depan yang kian membentang luas dihadapan.
****
“kalo permasalahannya hanya sekedar uang, Mas masih bisa membantu, yang penting kamu ikut dulu, seluruh biaya Mas yang tanggung dan gak usah memikirkan untuk membayar, karena Mas bukan rentenir. Hehe” celotehnya seperti pahlawan
“tapi Mas, seperti yang ku bilang tadi, aku lebih suka membaca buku, karena menurutku membaca buku lebih mendatangkan manfaat daripada sekedar ikut training seperti itu. Buku akan membuatku lebih pandai dan cerdas, bukankah dengan kecerdasanku akan mendatangkan kebermanfaatan?”
“Itu benar. Sangat benar. Tapi coba bayangkan, apa gunanya seorang yang pandai lagi cerdas tetapi tidak memiliki kepekaan sosial, ia sibuk memperkaya pengetahuan untuk dirinya sendiri, pada saat yang bersamaan, ia melarikan diri dari sekian juta permasalahan manusia Indonesia, apakah orang yang semacam itu akan menjadi solusi bagi permasalahan orang lain? Bukankah ketika kamu ikut Leadership Camp membuatmu memiliki bekal dasar-dasar kepemimpinan? Bukankah kelak ketika kamu menjadi pemimpin, kepandaian dan kecerdasanmu akan sangat bermanfaat bagi banyak orang?” penjelasannya membuatku termenung
“Perasaan aku tak meminta nasehat sepanjang itu, dan aku juga tak membutuhkan pemaparan untuk sesuatu yang tak ku sukai, sudah ku bilang bahwa aku lebih suka membaca…” belum selesai aku bergumam dalam hati, ia kemudian berlalu sambil berujar
“Assalamu’alaikum….”
***
Berbagi keceriaan merupakan sebuah kebahagiaan. Itulah yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang mampu membuat orang lain tersenyum, membantunya mendapatkan kebahagiaan atau meringankan sakit yang dideritanya. Ditengah hilir mudik para pengungsi akibat letusan merapi, maraknya tindakan asusila yang menimpa remaja di negeri ini, himpitan ekonomi akibat kenaikan harga BBM, pengemis yang bertebaran disepanjang jalan protokol, hingga menjamurnya penyakit individualis yang didukung oleh majunya teknologi. Semuanya silih berganti datang dan pergi meninggalkan bekas luka yang menganga disetiap benak banyak orang.
Sulit. Sangat sulit untuk menghadapi kehidupan ini. Akan tetapi perjuangan meniti kehidupan harus tetap berlanjut. Kehidupan tidak boleh berhenti hanya karena banyaknya kesulitan yang menghimpit. Kita harus saling menularkan keceriaan satu sama lain. Karena berbagi keceriaan pada saat sesulit ini tentunya memiliki makna yang sangat dalam.
Disini. Di organisasi ini aku melihat sekian banyak kakak-kakak angkatanku dikampus mampu berbagi keceriaan. Mereka membagi keceriaan justru diatas penderitaan yang mereka alami, diantara kesulitan keuangan, mereka mampu untuk sekedar untuk menjamuku makan malam di warung pinggir jalan. Disaat banyaknya tuntutan yang harus diselesaikan, mereka masih sanggup menyuguhkan beberapa kalimat motivasi. Pada giliran bertubi-tubinya tekanan dan ancaman yang mereka terima, selalu saja ada sedikit waktu untuk mendengaran keluh-kesahku yang justru bisa jadi menambah bebannya. Tapi mereka bilang ‘inilah tugas kemanusiaan kita, saling menguatkan dan mengenggam jemari agar barisan optimisme tetap kuat’.
Diberbagai Negara ada sekian banyak orang yang memiliki keunikan dan kecerdasan yang luar biasa hingga mereka mampu menyabet berbagai penghargaan bahkan sampai tingkat internasional. Ada orang yang mampu menulis dengan dua tangannya dalam waktu yang bersamaan dan dengan bahasa yang berbeda. Ada pula yang mampu membaca dengan kecepatan yang sangat tinggi hingga hanya perlu beberapa jam saja untuk menyelesaikan buku setebal 1000 halaman. Pun ada yang mampu mengingat semua benda yang ia lewati dengan hanya sekejap, bahkan ia mampu mengingat kombinasi kartu poker yang telah diacak. Sungguh fakta-fakta tersebut merupakan fenomena yang sangat dahsyat. Sangat membanggakan.
Disini. Di organisasi ini, aku diajarkan cara yang berbeda. Kecerdasan tak berguna jika tak mendatangkan kemanfaatan bagi sesama. Kakak-kakak angkatan disini merubah paradigmaku yang sempit. Bersama mereka aku merasa menjadi manusia yang bermanfaat, aku mampu belajar dengan cepat, mereka pun menyediakanku lahan untuk membagi ilmuku kepada teman sejawat bahkan kini pada adik-adik angkatanku. Sungguh pengalaman luarbiasa. Berbagi keceriaan untuk menyuguhkan seonggok senyuman dibibir orang sekitar.
***
Namun, ketika aku sudah mengikuti dan sedikit menyelam bersama mereka yang menulariku keceriaan. Aku dikejutkan dengan berbagai fakta yang kuterima, diacuhkan, gunjingan, cibiran, ejekan, hingga berbagai terror kudapati. Akan tetapi memang Allah maha adil. Ia menganugerahkan subyektivitas pada setiap manusia. Subyektivitas adalah anugerah yang diberikan oleh Allah. Kita akan mampu mencintai orang-orang dengan baik ketika kita menggunakan subyektivitas. Sebab, subyektivitas itu memberikan kita pilihan rasa untuk suka atas dasar perasaan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain dan terkadang kita pun mengalami kebingungan, bagaimana perasaan semacam itu tumbuh begitu subur dalam hati kita. Subyektivitas itulah yang membuat kita rela mengorbankan apa saja yang menjadi milik kita untuk dipersembahkan kepada yang kita cintai. Rela bekerja keras dalam lelah yang deras mendera. Kerelaan berpayah-payah dalam segala lunglai yang menyelimuti seluruh tulang. Dan pada hari ini, subyektifitas itulah yang membuatku memilih tetap bertahan di organisasi ini, menemani mereka yang menulariku keceriaan. Justru dengan sekian banyak tekanan itu membuat cintaku pada organisasi ini semakin membuncah tak terkira.
“Jadi, kita mencintai karena ingin mendapatkan sumber kekuatan hidup. Tapi seberapa yang telah kita berikan untuk orang-orang tercinta?? Jadi kita mencintai karena ingin melipatgandakan kadar kebaikan kita. Tapi seberapa yang telah kita berikan untuk orang-orang tercinta??” gumamku dalam hati
Tiba-tiba teringat kata-kata kakak yang menulariku keceriaan “Tak perlu kader KAMMI diajarkan tentang cinta. Tapi rasanya pantas cinta terhadap KAMMI digelorakan. Cinta bukanlah ilmu ataupun ajaran yang konsepnya bisa dibuat oleh kaderisasi. Tapi cinta memerlukan contoh dan keteladanan langsung dari para senior” dan benar-benar kudapati disini, di organisasi ini. KAMMI.
selesai. Dalam decak-decak barisan gigi yang mengunyah sale goreng. Pisang. Buah yang paling kusukai.
Semoga ada bagian yang bisa dinikmati